Pilihlah: Menjadi baik hati.
Ada satu cerita yang belum usang, ijinkanlah aku berbagi
sedikit.
Pada saat itu, saya sedang gamang ingin lanjut belajar, tapi
tak tahu arah. Kemana, dimana, apa yang akan diambil, semua masih entah.
Keinginan selalu ada kuat, hanya tekad yang hingga kini belum membulat.
Demi menjelaskan pandanganku yang kabur, lalu memberanikan
diri bertanya kepada orang asing yang sedang menempuh studinya di salah satu
universitas. Benar-benar tidak kenal sebelumnya, hanya bermodal nekat. Namun ternyata
sambutnya hangat dan jabat erat, salah satu kebaikan yang mungkin tidak semua
orang bisa berikan. Karena yah, dijaman ini sepertinya hampir sebagian besar
orang sangat skeptis dengan orang asing , tapi tidak dengan temanku yang satu
ini. Dia memiliki hati yang hangat. Berbaik hati menjawab semua pertanyaanku, yang
penting, hingga kini menjadi banyak tidak pentingnya.
Melanjutkan pertemanan dengan jarak, usia dan kesibukkan
sebagai pemisah, tapi tidak membuatku ragu bahwa dia memang melengkapi
keanehanku. Karena dedikasinya yang luar biasa terhadap kerjaan, bahkan disaat
liburan yg ada dikepalanya hanya “olah data”, aku belajar fokus. Aku belajar
berani mengatakan “tidak” atas apa yang bukan tugasku pun darinya. Jika dulu
dia hanya hangat, sekarang dia menunjukkan berbagai macam rasa. Dingin juga
menjadi salah satunya.
Kunobatkan dia menjadi salah satu kesayanganku, tidak
perduli jika dia tidak ingin, karena ini panggungku. Bersedialah memahamiku
saat aku tampak kusut. Berbaik hatilah padaku saat hatiku tampak berantakkan
karena badai hari buruk. Bersedialah mendengarkanku saat semua orang tampak
sedang tak ingin.
Selamat datang, semoga kamu betah berteman denganku.
—
PKL, 17 FEB 2018 | 1:58
corak coretanabstrak ceritasore poetry sepenggalkata katakata