Dia dan Bandung
“Temui aku ketika urusanmu sudah selesai. Pasti kuberikan jawaban yang kau pinta. Di tempat biasa, Rin.” Masih teringat jelas di benakku jawaban yang ia berikan atas pertanyaan itu. Pertanyaan bodoh itu. Polos dan bodohnya aku dahulu, menanyakan bagaimana perasaannya kepadaku. Semua orang merasakannya, tapi dia tidak pernah mengatakannya. Bagaimana tidak, ia benar-benar selalu membuatku merasa beruntung memilikinya sebagai seseorang yang selalu berada di sampingku. Namun kalimat itu tak pernah terucap. Dia yang pertama kali menyapaku ketika aku masih buta dengan semua yang ada di Bandung. Dia yang selalu bersemangat mengantarkanku mengelilingi kota Bandung. Dia yang menemaniku saat aku rindu rumah agar aku tak merasa kesepian. Dia suka melihatku tersenyum bahagia setelah wisata kuliner malam di Jalan Cibadak dan Sudirman. Dia benci ketika aku harus pulang ke rumah dan meninggalkan Bandung. Dia yang mendukungku untuk menggapai cita-citaku yaitu menuntut ilmu di tempat nan jauh di sana. Ah, Bandung, bagiku bukan cuma urusan wilayah belaka. Lebih jauh dari itu, melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi. Hari yang paling kunanti pun tiba. Aku kembali untuk menagih janjimu. Tentang jawaban dari pertanyaan yang selalu menyelinap di otakku. Namun tak kunjung kudapatkan jawaban darimu. Kau hanya diam, tak berdaya. “Kau bohong padaku. Katanya, di tempat biasa. Aku bahkan tak tahu tempat ini bagian dari Bandung.” Dia masih terdiam. “Ku maafkan untuk masalah tempat. Tapi kenapa kau tak mau menjawab pertanyaanku?” Tetap tak ada jawaban darinya. “Setidaknya sebelum kau meninggalkanku untuk selamanya.” Dia meninggalkan Bandung untuk selamanya tepat satu hari sebelum aku kembali ke Bandung menemuinya. Dia tidak pernah sebutkan masalah ini pada percakapan kita. Yang ia katakan hanyalah bahwa semua yang ia lakukan itu demi kebaikanku. Dia memilih menyimpan rasa sakitnya sendiri agar aku tak mengkawatirkannya. Mungkin memang ini jalan terbaik untuknya, untukku. Dia pasti lebih bahagia di atas sana. Namun aku bersyukur Tuhan sempat mempertemukannya denganku. Biar semua cerita di setiap sudut kota Bandung di mana kita bertukar pikiran dan canda tawa membekas di hatiku Dan Bandung, bagiku bukan cuma masalah geografis. Lebih jauh dari itu, melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi.